“Nak, jika mereka memberitahumu bahwa aku adalah bajingan yang tidak memiliki keberanian melakukan keadilan..., bahwa banyak ibu yang meninggal karena kesalahanku..., ketika mereka berkata bahwa ayah melalaikan tugas yang telah mencuri berkah dalam kepalamu..., oh, Max, Max, beritahu mereka betapa menderitanya aku!”
Multatuli
Multatuli merupakan nama samaran dari Eduard Douwes Dekker. Dia adalah anggota Dewan Pengawas Keuangan Pemerintah Belanda yang pertama kali ditempatkan di wilayah Batavia (Hindia-Belanda) pada 1840. Tahun 1842 ia meminta untuk dipindahkan ke Sumatra Barat. Di tahun yang sama pula, ia dipindahkan ke Natal, Sumatra Utara, untuk bertugas sebagai Kontelir. Baru setelah itu, dirinya ditugaskan di wilayah Lebak, Banten.
Selama bertugas sebagai perpanjangan tangan kolonial Belanda, Eduard Douwes Dekker justru menolak tegas model pemerintahan Belanda. Ke-tidakadilan, perampasan, serta penjajahan merupakan titik awal dari kritik dan penolakannya. Seorang Eduard Douwes Dekker jauh lebih memalingkan perhatiannya kepada fenomena kelaparan, penderitaan, serta ketertindasan yang dialami rakyat pribumi di Hindia-Belanda, terutama di wilayah yang pernah menjadi tempatnya bertugas.
Buku ini ditulis Multatuli di sebuah losmen yang disewanya di Belgia, pada musim dingin tahun 1859. Tulisannya merupakan kritik tajam yang telah “membuka”sebagian besar mata publik dunia, tentang betapa perihnya arti dari sebuah penindasan (kolonialisme). Dengan sebuah keyakinan yang ter-manifestasikan dalam ungkapan, “Ya, aku bakal dibaca”, Multatuli berjuang menghadirkan sebuah mahakarya sastra yang patut menjadi pelajaran bagi seluruh bangsa.
INFO BUKU
Judul: Max Havelaar
Penulis: Multatuli
Penerbit: Narasi
Edisi: Cetakan Kedua, 2014
Halaman: 396
Ukuran: 15 x 23 x 2.3 cm
Sampul: Soft Cover
Bahasa: Indonesia
Kondisi: Buku Baru
Harga: Rp. 75.000
Call No: 813/Mul/m
No comments:
Post a Comment